KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah “ Tantangan Dunia Pendidikan dalam Era Globalisasi” ini dengan baik.
Makalah ini diharapkan mampu membantu kami dalam
memperdalam mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan dalam kegiatan belajar. Tidak lupa juga kami ucapkan
terima kasih kepada guru pembimbing mata pelajaran ini “Pak Syarifuddin”. Selain itu, makalah
ini diharapkan agar dapat menjadi bacaan para pembaca agar menjadi warga negara
yang baik dan bertanggung jawab karena materi ini disajikan mengarah pada
terbentuknya arah globalisasi yang berpengaruh terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Oleh karena
itu, makalah ini
diharapkan agar bangsa Indonesia memiliki sikap yang kritis terhadap situasi
dan kondisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang selalu
berubah.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada para
pembaca yang sudah berkenan membaca makalah ini dengan tulus ikhlas. Semoga
makalah ini bermanfaat, khususnya bagi kami dan pembaca. Amin........
Makassar,
Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL……………………………………………………………………………………………………………………………………………..i
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………………………..ii
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………………………………………………………….iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang……………………………………………………………………………………………………………………1
B.
Rumusan
Masalah……………………………………………………………………………………………………………..3
C.
Tujuan……………………………………………………………………………………………………………………………..…3
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Karakteristik Era Globalisasi
B. Tantangan Pendidikan di Era Globalisasi
C.
Pendidikan dan Kemampuan Bersaing
Bangsa
D. Sumber-sumber
Kelemahan Bersaing Pendidikan
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Era pasar bebas, atau yang biasa disebut
dengan era globalisasi sering didengungkan oleh para pemerhati ekonomi sejak
beberapa dekade lalu hingga sekarang ini. Kata “globalisasi” secara populer
dapat diartikan menyebarnya segala sesuatu secara sangat cepat ke seluruh
dunia.
Robertson dalam Globalization: Social
Theory and Global Culture (London, Sage: 1992) mendefinisikan globalisasi
sebagai “the compression of the world into a single space and the
intensification of conciousness the world as a whole”. Globalisasi juga
melahirkan global culture (which) is encompassing the world at the
international level.
Globalisasi sebagai sebuah proses
mempunyai sejarah yang panjang. Globalisasi meniscayakan terjadinya perdagangan
bebas dan dinilai menjadi ajang kreasi dan perluasan bagi pertumbuhan
perdagangan dunia, serta pembangunan dengan sistem pengetahuan. Hal ini berarti
bahwa terjadinya perubahan sosial yang mengubah pola komunikasi, teknologi,
produksi dan konsumsi serta peningkatan paham internasionalisme merupakan
sebuah nilai budaya.
Terjadinya era globalisasi memberi dampak
ganda; dampak yang menguntungkan dan dampak yang merugikan. Dampak yang
menguntungkan adalah memberi kesempatan kerjasama yang seluas-luasnya kepada
negara-negara asing. Tetapi di sisi lain, jika kita tidak mampu bersaing dengan
mereka, karena sumber daya manusia (SDM) yang lemah, maka konsekuensinya akan
merugikan bangsa kita.
SDM yang tangguh, menurut Muslimin Nasution
(1998), adalah SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Tugas
pendidikan, selain mempersiapkan sumber daya manusia sebagai subjek perdagangan
bebas, juga membina penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang nyatanya
sangat berperan dalam membantu dunia usaha dalam upaya meningkatkan
perekonomian nasional.
Oleh karena itu, tantangan kita pada masa
yang akan datang ialah meningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif di
semua sektor, baik sektor riil maupun moneter, dengan mengandalkan pada
kemampuan SDM, teknologi, dan manajemen tanpa mengurangi keunggulan komparatif
yang telah dimiliki bangsa kita.
Terjadinya perdagangan bebas harus
dimanfaatkan oleh semua pihak dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek
pendidikan, di mana pendidikan diharuskan mampu menghadapi perubahan yang cepat
dan sangat besar dalam tentangan pasar bebas, dengan melahirkan manusia-manusia
yang berdaya saing tinggi dan tangguh. Sebab diyakini, daya saing yang tinggi
inilah agaknya yang akan menentukan tingkat kemajuan, efisiensi dan kualitas
bangsa untuk dapat memenangi persaingan era pasar bebas yang ketat tersebut.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana
perkembangan pendidikan dalam era globalisasi ?
Bagaimana
menyikapi tantangan pendidikan dalam era
globalisasi?
Mampukah
pemerintah menhadapi tantangan pendidikan dalam era globalisasi ?
C. Tujuan
Untuk
mengetahui perkembangan pendidikan di era globalisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tantangan
Pendidikan di Era Globalisasi
Era
pasar bebas, atau yang biasa disebut dengan era globalisasi sering didengungkan
oleh para pemerhati ekonomi sejak beberapa dekade lalu hingga sekarang ini.
Kata “globalisasi” secara populer dapat diartikan menyebarnya segala
sesuatu secara sangat cepat ke seluruh dunia.
Robertson
dalam Globalization: Social Theory and Global Culture (London, Sage:
1992) mendefinisikan globalisasi sebagai “the compression of the world into
a single space and the intensification of conciousness the world as a whole”. Globalisasi
juga melahirkan global culture (which) is encompassing the world at the
international level.
Globalisasi
sebagai sebuah proses mempunyai sejarah yang panjang. Globalisasi meniscayakan
terjadinya perdagangan bebas dan dinilai menjadi ajang kreasi dan
perluasan bagi pertumbuhan perdagangan dunia, serta pembangunan dengan
sistem pengetahuan. Hal ini berarti bahwa terjadinya perubahan sosial yang
mengubah pola komunikasi, teknologi, produksi dan konsumsi serta peningkatan
paham internasionalisme merupakan sebuah nilai budaya.
Terjadinya
era globalisasi memberi dampak ganda; dampak yang menguntungkan dan dampak yang
merugikan. Dampak yang menguntungkan adalah memberi kesempatan kerjasama yang
seluas-luasnya kepada negara-negara asing. Tetapi di sisi lain, jika kita tidak
mampu bersaing dengan mereka, karena sumber daya manusia (SDM) yang lemah, maka
konsekuensinya akan merugikan bangsa kita.
Oleh
karena itu, tantangan kita pada masa yang akan datang ialah meningkatkan daya
saing dan keunggulan kompetitif di semua sektor, baik sektor riil maupun
moneter, dengan mengandalkan pada kemampuan SDM, teknologi, dan manajemen tanpa
mengurangi keunggulan komparatif yang telah dimiliki bangsa kita.
Terjadinya
perdagangan bebas harus dimanfaatkan oleh semua pihak dalam berbagai aspek
kehidupan, termasuk aspek pendidikan, di mana pendidikan diharuskan mampu
menghadapi perubahan yang cepat dan sangat besar dalam tentangan pasar bebas,
dengan melahirkan manusia-manusia yang berdaya saing tinggi dan tangguh. Sebab
diyakini, daya saing yang tinggi inilah agaknya yang akan menentukan tingkat
kemajuan, efisiensi dan kualitas bangsa untuk dapat memenangi persaingan era
pasar bebas yang ketat tersebut.
SDM
yang tangguh, menurut Muslimin Nasution (1998), adalah SDM yang menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Tugas pendidikan, selain
mempersiapkan sumber daya manusia sebagai subjek perdagangan bebas, juga
membina penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang nyatanya sangat berperan
dalam membantu dunia usaha dalam upaya meningkatkan perekonomian nasional.
B.
Karakteristik Era Globalisasi
Era globalisasi akan
ditandai dengan persaingan ekonomi secara hebat berbarengan dengan terjadinya
revolusi teknologi informasi, teknologi komunikasi, dan teknologi industri.
Persaingan ini masih dikuasai oleh tuga raksasa ekonomi yaitu Jepang dari
kawasan Asia, Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Masing-masing menampilkan keunggulan
yang dimiliki. Amerika misalnya unggul dalam product technology, yaitu
teknologi yang menghasilkan barang-barang baru dengan tingkat teknologi
yang tinggi, contoh pembuatan pesawat terbang supersonik, robot, dan
lain-lain.
Jerman dan Jepang mengandalkan
kelebihan mereka dalam process technology yaitu teknologi yang
menghasilkan proses baru dalam pembuatan suatu jenis produk yang sudah ada,
misalnya CD (compact disc) pertama kali dibuat oleh Belanda kemudian
terus disempurnakan oleh Jepang sehingga menghasilkan CD dengan kualitas yang
lebih bagus dan harga lebih murah. Selain ketiganya, belakangan muncul Cina
sebagai kekuatan baru ekonomi dunia dengan pertumbuhan ekonominya di atas 9
persen –suatu jumlah tertinggi di dunia.
Kompetisi ekonomi pada era pasar bebas
juga ditandai dengan adanya perjalanan lalu lintas barang, jasa, modal serta
tenaga kerja yang berlangsung secara bebas, kemudian adanya tuntutan teknologi
produksi yang makin lama makin tinggi tingkatannya, sehingga makin tinggi pula
tingkat pendidikan yang dituntut dari para pekerjanya.
Kemudian dalam perkembangan
selanjutnya, kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan tidak adanya jarak dan
batasan antara satu orang dengan orang lain, kelompok satu dengan kelompok
lain, serta antara negara satu dengan negara lain. Komunikasi
antar-negara berlangsung sangat cepat dan mudah. Begitu juga perkembangan
informasi lintas dunia dapat dengan mudah diakses melalui teknologi
informasi seperti melalui internet. Perpindahan uang dan investasi modal
oleh pengusaha asing dapat diakukan dalam hitungan detik.
Kondisi kemajuan teknologi informasi
dan industri di atas yang berlangsung dengan amat cepat dan ketat di era
globalisasi menuntut setiap negara untuk berbenah diri dalam menghadapi
persaingan tersebut. Bangsa yang yang mampu membenahi dirinya dengan
meningkatkan sumber daya manusianya, kemungkinan besar akan mampu bersaing
dalam kompetisi sehat tersebut.
Di sinilah pendidikan diharuskan
menampilkan dirinya, apakah ia mampu mendidik dan menghasilkan para siswa yang
berdaya saing tinggi (qualified) atau justru mandul dalam menghadapi
gempuran berbagai kemajuan dinamika globalisasi tersebut.
Dengan demikian, era globalisasi adalah
tantangan besar bagi dunia pendidikan. Dalam konteks ini, Khaerudin Kurniawan
(1999), memerinci berbagai tantangan pendidikan menghadapi ufuk globalisasi.
Pertama,
tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan
produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai
upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan (continuing
development ).
Kedua, tantangan untuk
melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi dan
transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke
masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, serta bagaimana
implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM.
Ketiga, tantangan
dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing
bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil
pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Keempat,
tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek, yang
menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.
Semua tantangan tersebut menuntut
adanya SDM yang berkualitas dan berdaya saing di bidang-bidang tersebut secara
komprehensif dan komparatif yang berwawasan keunggulan, keahlian profesional,
berpandangan jauh ke depan (visioner), rasa percaya diri dan harga diri
yang tinggi serta memiliki keterampilan yang memadai sesuai kebutuhan dan daya
tawar pasar.
Kemampuan-kemampuan itu harus dapat
diwujudkan dalam proses pendidikan Islam yang berkualitas, sehingga dapat
menghasilkan lulusan yang berwawasan luas, unggul dan profesional, yang
akhirnya dapat menjadi teladan yang dicita-citakan untuk kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara.
Pertanyaan selanjutnya, apakah yang
harus dilakukan oleh dunia pendidikan ? Untuk menjawabnya, agaknya kita perlu
menengok kerangka pendidikan dalam konteks kenasionalan. Sehingga kita bisa
menyiapkan strategi yang tepat menghadapi sebuah tantangan sekaligus peluang
tersebut.
Secara kuantitas, perkembangan jumlah
peserta didik pendidikan formal Indonesia mulai dari tingkat TK hingga jenjang
perguruan tinggi (PT) mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Namun secara
kualitas masih tertinggal jauh ketimbang negara-negara lain, baik negara-negara
maju, maupun negara-negara anggota ASEAN sekalipun.
B.
Pendidikan dan Kemampuan Bersaing
Bangsa
Kemampuan bersaing
pendidikan kita menghadapi era globalisasi ini sangat lemah dibandingkan dengan
negara-negara lain. Hal ini disebabkan karena masih lemahnya sumber daya
manusia (SDM) yang ada.
Sebagai contoh kita
bisa melihat Tenaga kerja Indonesia (TKI) maupun TKW yang “diekspor” adalah
tenaga buruh, seperti: pembantu rumah tangga, perawat, buruh perkebunan,
buruh bangunan, sopir dan pekerja kasar lainnya. Sedangkan tenaga kerja asing
yang bekerja di Indonesia adalah kalangan pengusaha, investor dan pemilik
perusahaan. Pekerja kita amat minim penguasaan pengetahuannya serta rendah
kemampuan bahasa asingnya, terutama Bahasa Inggris.
Untuk melacak akar
kelemahan SDM Indonesia ini bisa dilihat melalui wahana pendidikan. Dari sini
secara logis dimunculkan pemikiran, untuk dapat bersaing dengan bangsa lain
dalam memperebutkan lapangan kerja, maka yang harus dibenahi terlebih dahulu
adalah sector pendidikan.
Pendidikan harus
benar-benar diberdayakan oleh kita semua, sehingga nantinya, pendidikanlah yang
akan mampu memberdayakan masyarakat secara luas. Masyarakat yang terberdayakan
oleh sistem pendidikan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam
konteks persaingan global.
Konsekuensinya,
pendidikan harus dikonseptualisasikan sebagai suatu usaha dan proses
pemberdayaan, yang benar-benar harus disadari secara kolektif, baik oleh
individu, keluarga, masyarakat, lebih-lebih oleh pemerintah sebagai
investasi masa depan bangsa.
Dengan demikian,
pendidikan memegang peranan penting dan strategis dalam menghasilkan SDM yang
akan membangun bangsa ini. Sikap ini tidak berarti mengecilkan peran sektor
lain dalam pembangunan bangsa. Adanya sikap bahwa masa depan akan selalu
penting dan strategis ini didasari oleh pertimbangan empirik bahwa selama ini
dan juga untuk waktu yang akan datang, keberadaan sumberdaya manusia yang
bermutu dalam arti seluas-luasnya akan semakin dibutuhkan bagi pembangunan
bangsa.
Kualitas SDM yang
diiringi moralitas dan integritas kebangsaan yang kuat: tidak korup, jujur,
kreatif, antisipatif dan memiliki visi ke depan diasumsikan akan mempercepat
bangsa ini keluar dari krisis yang berlarut-larut. Sebagai perbandingan, dengan
dukungan sumber daya manusia yang kuat, negara-negara jiran kita seperti
Malaysia, Thailand dan Filipina mengalami kemajuan pesat dalam upaya keluar
dari krisis seperti yang dialami bangsa kita. Bahkan untuk kasus Malaysia,
negara ini mampu memulihkan (recovey) kondisi ekonominya tanpa
perlu mengandalkan bantuan IMF.
Selanjutnya, dalam
sektor ekonomi, perkembangan perekonomian nasional, regional dan internasional
yang begitu pesat seperti pasar modal, bursa efek, AFTA, NAFTA, APEC dan
kesepakatan-kesepakatan ekonomi internasional yang lain, saat ini dan ke depan,
semua itu akan menjadi kebutuhan bangsa kita.
Tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, juga akan mengalami pergeseran.
Perilaku individualistik akan tumbuh lebih subur daripada rasa kebersamaan.
Sementara itu, kehidupan demokratis akan lebih diterima masyarakat ketimbang
perilaku yang otoriter. Perilaku egaliter secara vertikal dan horizontal akan
lebih menonjol dibanding yang feodal dan paternalistik.
Keterbukaan (transparancy)
akan diterima masyarakat. Di sisi lain, semangat nasionalisme dan kesemestaan
harus dapat membawa kemajuan bangsa. Janganlah alasan nasionalisme menjadikan
bangsa tidak bisa maju dan berkembang. Sebaliknya, semangat kesemestaan tidak
dijadikan alasan bangsa ini tercabik dan terinveksi oleh virus globalisasi.
Semua itu, sekali
lagi, memerlukan peran signifikan dan antisipasi pendidikan, apakah pendidikan
kita mampu mengakomodasi dan memberikan solusi dalam upaya memajukan dan
memenangkan kompetisi global yang keras dan ketat, ataukah justru terbelenggu
dan asik dalam lingkaran globalisasi.
C. Sumber-sumber
Kelemahan Bersaing Pendidikan
Pemerintah, sebagai pemegang kebijakan
pendidikan seharusnya memberikan sumbangan yang besar dalam mensukseskan
program pendidikan. Sebab di antara kelemahan-kelemahan sistem
pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya politcal will pemerintah
dalam menangani permasalahan pendidikan ini.
Menurut Arief Rahman (2002), setidaknya
ada sembilan titik lemah dalam aplikasi sistem pendidikan di Indonesia:
1. Titik berat pendidikan pada
aspek kognitif
2. Pola evaluasi yang
meninggalkan pola pikir kreatif, imajinatif, dan inovatif
3. Sistem pendidikan yang
bergeser (tereduksi) ke pengajaran
4. Kurangnya pembinaan minat
belajar pada siswa
5. Kultur mengejar gelar (title)
atau budaya mengejar kertas (ijazah).
6. Praktik dan teori kurang
berimbang
7. Tidak melibatkan semua stake
holder, masyarakat, institusi pendidikan, dan pemerintah
8. Profesi guru/ustadz sekedar
profesi ilmiah, bukan kemanusiaan
9. Problem nasional yang
multidimensional dan lemahnya political will pemerintah.
Untuk mengantisipasi berbagai kelemahan
pendidikan tersebut, diperlukan kerjasama pelbagai pihak. Tidak hanya institusi
pendidikan tetapi pemerintah juga harus serius dalam menangani permasalahan ini
agar SDM Indonesia memperoleh rating kualitas pendidikan yang memadai.
Untuk itu hendaknya dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
Pertama,
orientasi pendidikan harus lebih ditekankan kepada aspek afektif dan psiko
motorik. Artinya, pendidikan lebih menitikberatkan pada pembentukan karakter
peserta didik dan pembekalan keterampilan atau skill, agar setelah lulus
mereka tidak mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan daripada hanya
sekadar mengandalkan aspek kognitif (pengetahuan).
Kedua, dalam proses
belajar mengajar guru harus mengembangkan pola student oriented sehingga
terbentuk karakter kemandirian, tanggung jawab, kreatif dan inovatif pada diri
peserta didik.
Ketiga,
guru harus benar-benar memahami makna pendidikan dalam arti sebenarnya. Tidak
mereduksi sebatas pengajaran belaka. Artinya, proses pembelajaran peserta didik
bertujuan untuk membentuk kepribadian dan mendewasakan siswa bukan hanya
sekedar transfer of knowledge tapi pembelajaran harus
meliputi transfer of value and skill, serta pembentukan karakter
(caracter building).
Keempat,
perlunya pembinaan dan pelatihan-pelatihan tentang peningkatan motivasi belajar
kepada peserta didik sehingga anak akan memiliki minat belajar yang tinggi.
Kelima,
harus ditanamkan pola pendidikan yang berorientasi proses (process oriented),
di mana proses lebih penting daripada hasil. Pendidikan harus berjalan di atas
rel ilmu pengetahuan yang substantif. Oleh karena itu, budaya pada dunia
pendidikan yang berorientasi hasil (formalitas), seperti mengejar gelar atau
titel di kalangan praktisi pendidikan dan pendidik hendaknya ditinggalkan. Yang
harus dikedepankan dalam pembelajaran kita sekarang adalah penguasaan
pengetahuan, kadar intelektualitas, dan kompetensi keilmuan dan keahlian
yang dimilikinya.
Keenam,
sistem pembelajaran pada sekolah kejuruan mungkin bisa diterapkan
pada sekolah-sekolah umum. Yaitu dengan menyeimbangkan antara teori
dengan praktek dalam implementasinya. Sehingga peserta didik tidak mengalami
titik kejenuhan berfikir, dan siap manakala dituntut mengaplikasikan pengetahuannya
dalam masyarakat dan dunia kerja.
Ketujuh,
perlunya dukungan dan partisipasi komprehensif terhadap praktek pendidikan,
dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap dunia pendidikan
terutama masyarakat sekitar sekolah, sehingga memudahkan akses pendidikan
secara lebih luas ke kalangan masyarakat.
Kedelapan,
profesi guru seharusnya bersifat ilmiah dan benar-benar “profesional”, bukan
berdasarkan kemanusiaan. Maksudnya, guru memang pahlawan tanpa tanda jasa namun
guru juga seyogianya dihargai setimpal dengan perjuangannya, karena itu gaji
dan kesejahteraan guru harus diperhatikan pemerintah.
Kesembilan,
pemerintah harus memiliki formula kebijakan dan konsistensi untuk mengakomodasi
semua kebutuhan pendidikan. Salah satunya adalah memperhatikan fasilitas
pendidikan dengan cara menaikan anggaran untuk pendidikan minimal 20-25 % dari
total APBN. Di sini diperlukan political will kuat dari pemerintah dalam
menangani kebijakan pendidikan.
Jika kita mau jujur, berbagai kelemahan
pendidikan kita seperti disebutkan di atas, pada dasarnya bertitik tolak pada
lemahnya sumber daya manusia (SDM) yang ada. Padahal, SDM merupakan faktor
utama yang menjadi indikator kemajuan suatu bangsa, di samping faktor sumber
daya alam (SDA) (hayati, non hayati, buatan), serta sumber daya ilmu
pengetahuan dan teknologi. Keberhasilan negara-negara Barat adalah didukung
oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan hal itu
berhubungan dengan pendidikan sebagai wahana pembentukan SDM.
Sistem pendidikan sangat bergantung
pada mutunya, seperti juga halnya barang dikatakan berkualitas dan mempunyai
nilai jual yang tinggi karena memiliki mutu yang bagus. Ironis memang jika kita
melihat nasib institusi pendidikan di Indonesia berdasarkan mutu
pendidikan yang berada pada urutan terakhir di antara 12 negara Asia yang
diteliti oleh The Political and Eonomic Risk Consultancy (PERC)
tahun 2001, jauh di bawh Vietnam (6).
Hasil survei PERC itu mengacu pada
tingkat kualitas lulusan pendidikan kita, dengan argumentasi, untuk mendapatkan
tenaga kerja berkualitas tentunya sistem pendidikannya pun harus berkualitas.
Sistem pendidikan yang tidak
berkualitas mempengaruhi rendahnya SDM yang dihasilkan, yang pada gilirannya
tidak mampu membawa bangsa ini “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi” dengan
bangsa lain.
Lemahnya SDM pendidikan sebagai akses
sistem pendidikan yang tidak berkualitas, memunculkan fenomena masyarakat
pekerja (worker society) bak jamur di musim hujan. Ini tentu
berbeda dengan sistem pendidikan yang baik, yang memproduksi employee
society.
Dalam konteks ini, Alvin Toffler
dalam buku The Future Shock (1972) mengatakan, employee dan
worker itu berbeda. (1) employee memiliki ciri untuk terus
meningkatkan kemampuan teknis termasuk keterampilannya, sedangkan worker
menggunakan keterampilan dan pengetahuan yang tetap; (2) employee dapat
mengendalikan alat (mesin), sedangkan worker relatif dikendalikan oleh
mesin; (3) mesin berkhidmat kepada employee, sedangkan worker
berkhidmat kepada mesin; (4) employee pada dasarnya tidak perlu diawasi
hanya perlu pembagian tanggung jawab, sedangkan worker harus diawasi
melalui garis organisasi; dan (5) employee memiliki sarana produksi
yaitu informasi, sedangkan worker tidak memilikinya.
Oleh karena itu, orientasi employee
society harus dikedepankan dalam rangka mempersiapkan tenaga kerja ahli di
bidang penguasaan teknologi. Karena pada milenium ketiga ini kita dihadapkan
pada perubahan besar di bidang ekonomi, Iptek dan sosial budaya.
Kita seharusnya belajar dari Jepang dan
Korea Selatan. Walaupun kedua negara tersebut miskin sumber daya alam (SDA),
tetapi karena dukungan SDM yang kuat, kedua negara Asia Timur itu menjadi pioneer
ekonomi dunia, khususnya di kawasan Asia.
Dalam konteks ini, masyarakat Jepang
menurut H.D. Sudjana (2000) memiliki lima karakteristik khusus dalam
sikap dan prilaku yang dipandang sebagai akar kekuatan bangsanya, yaitu:
Pertama, emulasi.
Yaitu hasrat dan upaya untuk menyamai atau melebihi orang lain. Orang Jepang,
baik selaku perorangan atau sebagai warga negara memiliki dorongan untuk tidak
ketinggalan oleh orang, kelompok, atau bangsa lain.
Kedua, consensus.
Yaitu kebiasaan masyarakat Jepang untuk berkompromi, bukan konfrontasi. Budaya
kompromi ini menimbulkan rasa keterlibatan masyarakat yang kuat terhadap
kepentingan bersama. Budaya inilah yang menjadi pengikat kuat yang menjadi
pengikat dasar (root bindting) kehidupan masyarakat Jepang.
Ketiga, futurism. Yaitu
mempeunyai pandangan jauh ke depan, masyarakat Jepang mempunyai keyakinan bahwa
harkat individu akan naik apabila seluruh kelompok atau bangsa naik. Oleh
karena itu kemajuan dan keberhasilan kelompok, masyarakat dan bangsa sangat
diutamakan dalam upaya meningkatkan kemajuan individu.
Keempat, kualitas. Mutu
adalah jaminan kualitas. Artinya dalam setiap proses dan hasil produksi di
Jepang, mutu menjadi faktor penarik (full factors).
Kelima, kompetisi. Artinya
sumber daya manusia dan produk bangsa Jepang memiliki keunggulan komparatif dan
kompetitif dalam tata kehidupan dan tata ekonomi global.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwah pendidikan
itu sangat berguna tidak perlu belajar secara formal dan non formal. Dampak
globalisasi terhadap pendidikan sangat berpengaruh. Pemerintah sendiri belum
bisa membuat pendidikan berjalan baik dan bermutu khususnya di negara
Indonesia. Sudah banyak Negara-negara luar yang menjadi cermin dunia pendidikan
yang baik dan bermutu, tetapi Indonesia kurang perhatian dan usaha yang lebih
untuk maju. Jadi, permasalahan lemahnya SDM Indonesia pada dasarnya berawal
dari rendahnya tingkat pendidikan, lemahnya keahlian dan manajemen serta
kurangnya penguasaan teknologi. Lemahnya SDM menyebabkan Indonesia kurang
mampu bersaing dengan negara-negara lain, padahal secara fisiografis Indonesia
termasuk negara yang memiliki kekayaan alam melimpah tetapi sayangnya tidak
dikelola dengan baik karena kualitas SDM-nya yang kurang mendukung.
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur`an
al-Karim
Abdullah,
Abdurrahman Salih, Educational Theory Qur’anic Theory (Mekkah: Ummul
Qura University, tt).
Abd.
Al-Baqi, Muhammad Fuad, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur`an al-Karim
(Beirut : Dar al-Fikr,1987).
Abdul
Hakim, Atang & Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam, Bandung: Rosda,
2001.
Abrasy,
Muhammad Athiyah al, Al-Tarbiyah al-Islamiyah (Kairo: Maktabah Isa
al-Babi al-Halabi, 1975).
Al-Baghdadi,
Abi al-Fadhal Syihabuddin al-Sayyid Mahmud al-Alusi, Ruh Ma’ani fi Tafsir
al-Qur`an al-‘Azim wa al-sab’u al-Matsani, juz XI (Lebanon : Dar al-Kutub
al-Ilmiah, 1994).
'Ali,
Hasan Abd. al, Al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qarn al-Rabi'al-Hijryi (TT:
Dar al-Fikr al-'Araby,tt)
Ali,
D.P . Sati, (selanjutnya disebut Siti, pen)., capita selecta, ed.W.van Hoeve
(Jakarta:PT. Bulan Bintang, 1954)
Al-Qurthubi,
Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari, Tafsir al-Maraghi, Juz VII
(Mesir : Mathba’ah al-babi al-Halâby, tt).
Al-Zuhaili,
Wahbah, Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, juz
XXI (Damsyiq : Dar al-Fikr al-Ma’ashir,1991).
Azim,
Ali Abdul, Ensiklopedi dan Aksiologi Ilmu Perspektif al-Qur`an (Bandung
: Rosda, 1989).
Arief,
Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat: Ciputat
Press, 2002.
--------,
Pendidikan Integralistik; Pemikiran dan Pergerakan Mohammad Natsir dalam
Pendidikan, naskah buku belum diterbitkan.
Arifin,
Muzayin, Kapita Selekta Pendidikan (Umum dan Agama), Toha Putra,
Semarang, 1981
Asari,
Hasan. Menyingkap Zaman Keemasan Islam, (Bandung: Mizan, 1994).
Aziz,
M. Amin, “Islamisasi sebagai Isu”, Ulumul Qur’an, Volume II, No. 4. 1992
Azra,
Azyumardi, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modrnisasi Menuju Milenium Baru,
Jakarta: Logos, 1999.
---------,
Paradigma Baru Pendidikan Nasional; Rekonstruksi dan Demokratisasi,
Jakarta: Kompas, 2002.
---------,
Pendidikan Tinggi Islam dan Kemajuan Sains, dalam Charles Michael
Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam (Jakarta: Logos, 1994)
Bagir,
Haidar dan Zainal Abidin, "Filsafat Sains Islami: Kenyataan atau
Khayalan?" kata pengantar dalam Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains Menurut
al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1990
Bakar,
Osman, Hierarki Ilmu: Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu, Bandung:
Mizan, 1998, cet. Ke-3.
Bakker,
A.H., Metode-metode Filsafat, (Yogyakarta: Yayasan Pembinaan Fakultas
Filsafat, t.t.)
Dalizar,
Konsepsi Al-Qur'an tentang Hak-hak Asasi manusia, Pustaka Al-Husna,
Jakarta, 1987
Dasuki,
H.A. Hafizh, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ikhtiar Van Hoeur, Cet.III,
1999), jilid IV.
Daud,
Wan, Wan Mohd Nor, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib
Al-Attas, Bandung: Mizan, 2003.
Daradjat,
Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1987
---------,
Kumpulan Materi LMD dan SII, YPM Salman, ITB, Bandung, 1987
---------,
Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Pendidikan Tinggi, Direktorat
Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 1991
Djakfar,
Muhammad, Islamisasi Pengetahuan; dari Tataran Ide ke Praksis, dalam
buku Quo Vadis Pendidikan Islam (ed.) Mudjia Rahardjo, Malang: Cendekia
Paramulya, 2002.
Deming,
Edward W., Out of The Crisis, Cambridge: Cambridge Univercity, 1973
Departemen
Pendidikan Nasional, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku 1
Konsep dan Pelaksanaan, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat
Sekolah lanjutan tingkat Pertama, 2001
Dewey,
John, Democracy and Education, Encyclopedia Americana, 1979
Faruqi,
Ismail Raji al, Islamisasi Pengetahuan, (terj.) oleh Anas Mahyuddin dari
Islamization of Knowledge, Bandung: Pustaka, 1984.
Freire,
Paulo, Pendidikan Kaum Tertindas, terj. Pedagogy of the
Oppressed, Jakarta: LP3ES, 2000, ceet. Ke-3
----------,
et.al., Menggugat Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, cet.
Ke-2
Geertz,
Clifford, “Modernization in A Moslem Society: The Indonesia Case”, da’am
Quest, vol. 39 (Bombay: 1963). Hadi S, Qamarul, Membangun Insan
Seutuhnya, Al-Ma'arif, Bandung, 1986
Hamka,
Tafsir al-Azhar, Juz XXI (Jakarta : Pustaka al-Islam, 1982)
Hasanuddin,
AH., Cakrawala Kuliah Agama, Al-Ikhlas, Surabaya, 1980
Halimuddin,
Kembali Kepada akidah Islam, Rineka Cipta, 1988
Hossein
Nasr, Syed, Islam dan Nestapa Manusia Modern, terj. Anas Mahyuddin,
Bandung: Mizan, 1983
----------,
Islam dan Nestapa Manusia Modern, Pustaka, Bandung, 1983
----------,
Mulla Sadra: His Teachings, dalam Syed Hossein Nasr dan Oliver Leaman
(ed), History of Islamic Philosophy, London: Routledge, 1996
----------,
dan William C. Chittick, Islam Intelektual Teologi: Filsafat dan
Ma'rifat, terj. Tim Perenial, Depok: Perenial Press, 2001.
---------, Science
And Civilization In Islam, (Cambridge: Harvard University press, 1968).
Ikhrom,
Dikhotomi Sistem Pendidikan Islam; Upaya menangkap Sebab-sebab dan
Penyelesaiannya, dalam buku Paradigma Pendidikan Islam (ed.) Ismail
SM., et.al., Yogyakarta: Pustaka Pelahar, 2001.
Ilich,
Ivan, Bebaskan Masyarakat Dari Belenggu Sekolah, terj. Deschooling
Society, Jakarta: Yayasan Obor, 2000, ed. Ke-1, cet. Ke-2
Imron,
Ali,j Kebijakan Pendidikan di Indonesia, Proses, Produk, dan Masa Depannya, Bumi
Aksara, Jakarta, 1996.
J.
Drost, Pengajaran Kita, Kompas, 7 Agustus 2001.
Jenie,
Umar A., Paradigma dan Religiositas Perkembangan Iptek, dalam buku Religiusitas
Iptek, Yogyakarta: 1998, cet. Ke-1.
Langgulung,
Hasan, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, Jakarta:
Gama Media Pratama, 2002.
---------,
Falsafah Pendidikan Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1979)
Kartanegara,
Mulyadhi, "Reintegrasi Ilmu Pengetahuan Mungkinkah Itu?",
Makalah dari Seminar Nasional Reintegrasi Ilmu oleh Fak Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, tgl 19 Okt 2002
Kurniawan,
Khaerudin, “Arah Pendidikan Nasional Memasuki Milenium Ketiga”, Suara
Pembaharuan, Januari 1999.
Mc
Clelland, David C, The Achieving Society, The Mcmillan Company, 1961
Makdisi,
George. The Rise of Colleges (Edinburgh : Edinburgh University Press,
1981).
Marimba,
Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung:
Al-Ma’arif, 1980
M.Natsir,
Pendidikan Pengorbanan ke Pemikiran Primondialisme dan Nostalgia,
(Jakarta: Media Dakwah, 1978)
Mursy,
Ahmad Munir. Al-Tarbiyah al-Islamiyah Ushuluha wa Tathawwuruha. (Kairo:
Maktabah Dar al-'Alami, 1986)
Muthahhari,
Murtadha, Mengenal Epistemologi, terj. Muhammad Jawad Bafaqih, Jakarta:
Lentera Basritama, 2001
Muhaimin,
Redefinisi Islamisasi Pengetahuan; Upaya Menjejaki Model-model
Pengembangannya, dalam buku Quo Vadiss Pendidikan Islam (ed.) Mudjia
Rahardjo, Malang: Cendekia Paramulya, 2002.
Mulkhan,
Abdul Munir, Rekosntruksi Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial,
dalam buku Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial, Yogyakarta:
Aditya Media, 1997
Muhadjir,
Noeng, Filsafat Ilmu: Positivisme, Post Positivisme, dan Post Modernisme,
Yogyakarta: Rakesarasin, 2001
Munawwir,
Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Yogyakarta :
Pondok Pesantren al-Munawwir, 1984).
Muzani,
Saiful (ed.) Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Jakarta:
LP3ES, 1993.
Naim,
Mochtar, Mohammad Natsir dan Konsep Pendidikan yang Integral, dalam
Anwar Harjono (pen), Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1996.
--------,
Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir, makalah dalam seminar “Pemikiran
Mohammad Natsir”, Yisc Al-Azhar Jakarta, 16-17 Juli 1994
Nakosteen,
Mehdi. Kontribusi Islam and Civilization in Islam (Cambridge: Harvard
University Press, 1968)
Naquib
Al-Attas, Syed Muhamad, Konsep Pendidikan dalam Islam, Mizan, Bandung:
1987
Nasution,
S, Sosiologi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 1995
Nata,
Abuddin, Tema-Tema Pokok al-Qur`an (Jakarta : Biro Mental DKI, 1993)
Poerbakawatja,
Soegarda, dan A.H. harahap, Ensiklopedi Pendidikan, Gunung Agung,
Jakarta, 1980
Puar,
Yusuf Abdullah, Mohammad Natsir 70 Tahun, Kenang-kenangan Kehidupan
dan Perjuangan, (Jakarta: Pustaka Antara, 1976), cet. ke-I
S.I.
Poeradisastra, "Epistemologi di dalam Islam", di dalam
Salemba No. 70 Tahun IV, Juli 1979.
Qamarul
Hadi, S., Membangun Insan Seutuhnya, Al-Ma'arif, Bandung, 1986.
Rahardjo,
Mudjia, Islamisasi Ilmu Pengetahuan Sosiologi Islam sebagai Sebuah Tawaran,
dalam buku Quo vadis Pendidikan Islam, (ed.) Mudjia Rahardjo,
Malang: Cendekia Paramulya, 2002.
Rahardjo,
M. Dawam, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah
Cendikiawan Muslim, Mizan, Bandung: 1996
---------,
“Dunia Pesantren dalam Peta Pembaharuan” dalam M. Dawam Rahardjo (ed.), Pesantren
dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1995), cet. ke-5.
Rachman, Arief, Kualitas
Pendidikan Harus Dimaksimalkan, Media Indonesia, 30 Mei 2002
Rahman,
Budy Munawar, ed., Kontektualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah,
Paramadina, Jakarta: 1995
Rahman,
Fazlur, “Islamisasi Ilmu, Sebuah Respon”, Ulumul Qur’an Vol. III No. 4
1992.
Ramayulis,
Studi Tentang Konsep Pendidikan Mohammad Natsir (Batusangkar: Fakultas Tarbiyah
IAIN Imam Bonjol Batusangkar, 1979)
Rasjidi,
Muhammad, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi, Bulan Bintang:
Jakarta, 1974
Salam,
Solihin, Wajah Nasional (Jakarta: Pusat Studi dan Penelitian Islam,
1990)
Sardar,
Ziauddin, Jihad Intelektual Merumuskan Parameter-parameter Sains Islam,
terj. AE Priyono, Surabaya: Risalah Gusti, 2000
Shihab,
M. Quraish, Secercah Cahaya Ilahi: Hidup bersama Al-Qur`an, Mizan,
Bandung: 2000
---------,
Membumikan Al-Qur`an, Mizan, Bandung: 2000
Suardi,
Rudi, Sistem Manajemen Mutu ISO 9000-2000; Penerapannya untuk Mencapai TQM,
Jakarta: PPM & Rosdakarya, 2001
Sudjana, HD., Manajemen
Program Pendidikan, Bandung: Falah Production, 2000
Sumadilaga,
H.R. Syarief, dkk., Pengembangan Sumber daya Manusia, Materi Qur`ani
dan Metodenya, Simposium Nasional Cendikiawan Muslim, Jakarta: 1990, tidak diterbitkan
Syadid,
Muhammad, Manhaj al-Qur`an fi al-tarbiyah (Beirut : Muassasah
al-Risalah, 1987).
Syalabi,
Ahmad. Al-Tarbiyah al-Islamiyah (Kairo: Maktabah al-Nahdhah
al-Mishriyah, 1982)
Stanton,
Charles Michael, Pendidikan Tinggi dalam Islam (Jakarta: Logos, 1994).
Suwito,
Pendidikan yang Memberdayakan, Makalah Pengukuhan Guru Besar di Bidang
Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, Januari 2002.
Tilaar,
H.A.R., Kajian Kritis Sistem Pendidikan Nasional, Makalah disampaikan
dalam Seminar Nasional “Mencari Paradigma Baru Pendidikan Nasional
Memasuki Milenium III” dalam HUT PGRI di Jogjakarta.
Tim
Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995
Toffler, Alvin, The
Future Shock, terj. Hermawan Sulistyo, Jakarta: Pantja Simpati, 1992
UU
No. 2 Tahun 1989 tentang Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.
UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
van
Bruinessen, Martin, “Konjungtur Sosial Politik di Jagat NU Paska Khittah 26:
Pergulatan NU Dekade 90-an”, dalam Ellyasa K.H. Darwis (ed.), Gus Dur, NU,
dan Masyarakat Sipil, (Yogyakarta: LKiS, 1994), cet. ke-1.
Wahid,
Marzuki, “Pesantren di Lautan Pembangunanisme: Mencari Kinerja Pemberdayaan”,
dalam Marzuki Wahid, et.al (ed.) Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan
dan Transformasi (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), cet. ke-1.
Walgito,
Bimo, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Andi Offset, Yogyakarta,
1989.
Wan
Daud, Wan Mohd Nor, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib
Al-Attas, Bandung: Mizan, 2003.
Weber,
Mark, The Protestan Ethic and Spirit Capitalism, Simon dan Schuster, New
York, 1980.
Yunus,
Mahmud, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran (Jakarta : Hidakarya
Agung, 1978).
sumber
: http://www.fai.umj.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=23&Itemid=54
Casino and Table Games - Microgaming
BalasHapusMicrogaming's slots and 가상 화폐 추천 table games are designed for both 포커디펜스 high and low stakes bet365es 러시안 룰렛 For those 룰렛 프로그램 who prefer the casino slots, Microgaming has got you covered.